Rabu, 05 Desember 2007

RENCANA STRATEGIS DAN STANDAR COBIT

RENCANA STRATEGIS DAN STANDAR COBIT
UNTUK SISTEM INFORMASI PERPUSTAKAAN TERINTEGRASI
DALAM MEWUJUDKAN UNIVERSITAS BERTARAF INTERNASIONAL
Oleh:
Ade Abdul Hak

(Artikel ini sudah dipublikasikan di http://lib.ui.ac.id/files/Ade_Abdul_Hak.pdf sebagai pemenang juara harapan 1 lomba artikel yang di selenggarakan oleh perpustakaan pusat UI-Depok)

A. Pendahuluan

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kemajuan bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah mengubah cara hidup masyarakat dunia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Keberadaan dan peranan TIK di segala sektor kehidupan tanpa sadar telah membawa dunia memasuki era baru globalisasi lebih cepat dari yang dibayangkan semula. Hasilnya, informasi instant dapat diterima dan diikuti masyarakat di berbagai penjuru dunia. Dan, dalam waktu yang tidak terlalu lama, perubahan-perubahan yang terjadi pada tingkat global mempengaruhi masyarakat-masyarakat tersebut (Azra, 2004: 1).
Salah satu tonggak sejarah penting pada pergantian milenium ini adalah lenyapnya konsep jarak. Kemajuan dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam berbagai bidang kehidupan menjadikan konsep jarak geografis menjadi tidak penting bagi mereka yang memiliki akses terhadap TIK. Siapapun yang terhubung dengan TIK dapat mengakses informasi yang berada di manapun dan berkomunikasi dengan siapapun di manapun dia berada dengan menggunakan internet. TIK mendorong perubahan mendasar dalam kehidupan sehari-hari manusia, termasuk dalam kegiatan belajar dan mengajar (Suparman dan Zuhairi, 2004: 9).
Dengan adanya perkembangan bidang TIK saat ini, nampaknya para pengelola mulai serius mentransformasikan perubahan paradigma baru ke dalam institusi mereka. Beberapa perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia secara umum telah mencoba mengoptimalkan pemanfaatan jaringan internet sebagai upaya perluasan dari pemanfaatan yang sudah dilakukan dengan menjadikan diseminasi dan akses informasi dalam jangkauan lebih luas dan terintegrasi. Sebagai konsekuensinya, perpustakaan tersebut harus mengganti perangkat lunak yang sudah ada yang masih menggunakan sistem basis data lokal (intranet) dengan software baru yang sudah memiliki sistem yang lebih luas (internet). Pada tahap ini, perpustakaan perguruan tinggi mencoba melakukan evolusi secara agresif untuk melakukan eksploitasi pengembangan teknologi informasi dalam menjangkau para pengguna atau calon pengguna di mana saja, kapan saja, 24 jam sehari, dan 7 hari seminggu. Bahasa populernya adalah bahwa di era globalisai, teknologi menawarkan perpustakaan untuk menembus batas ruang dan waktu.
Beberapa hasil lokakarya dan diskusi mengisyaratkan betapa pentingnya perubahan sistem ini sebagai pendukung pembelajaran dan komunikasi ilmiah menuju sebuah univeristas riset bertaraf internasional. Perubahan tersebut di satu sisi membawa dampak positif sebagai peluang bagi sebuah universitas untuk berkompetetif. Namun di sisi lain, satu hal yang perlu disadari adalah usaha menerapkan teknologi informasi semaksimal mungkin berarti harus mengubah pola pikir staf dan para pengguna perpustakaan yang biasanya punya rasa khawatiran yang cukup signifikan terhadap dampak perubahan tersebut. Mengubah pola pikir merupakan hal yang teramat sulit dilakukan, karena pada dasarnya “people do not like to change”. Kalau saat ini seorang kepala perpustakaan dan/atau para pengambil keputusan sudah memiliki komitmen khusus untuk merencanakan pengembangan sistem informasi perpustakaan terintegrasi, bagaimana dengan para staf dan pengguna perpustakaannya? Karena penerapan teknologi informasi (TI) ini memerlukan biaya yang cukup besar dan disertai resiko kegagalan yang tidak kecil, maka TI harus dikelola selayaknya aset perpustakaan lainnya. Penerapan TI di perpustakaan perguruan tingggi akan dapat dilakukan dengan baik apabila ditunjang dengan suatu pengelolaan TI (IT Governance) dari mulai perencanaan sampai implementasinya, dan pengelolaan TI yang akan diterapkan harus mengacu pada standar yang sudah mendapatkan pengakuan secara luas, seperti ISO 17799, COSO, ITIL dan COBIT.


B. Rencana Strategis Informasi

Dalam lingkungan perpustakaan era globalisasi sekarang ini, perencanaan merupakan hal yang lebih penting dan sangat diperhatikan dari pada yang terjadi sebelumnya. Teknologi telah berkembang dengan sangat cepat untuk memasukan layanan dan sistem yang lebih luas yang membuat sebuah perpustakaan untuk mengorganisir informasi yang diciptakan secara lokal dan akses informasi yang tersebar secara global. Penting sekali untuk mengembangkan perencanaan teknologi dasar sebagai tahap awal dalam mengidentifikasi sistem dan layanan mana yang paling baik untuk memenuhi kebutuhan pengguna dan memenuhi misi perpustakaan tersebut (Cohn, dkk., 2001: 1).
Perencanaan adalah proses di mana manajer secara matang dan bijaksana memikirkan dan menetapkan sasaran serta tindakan berdasarkan beberapa metode yang diperlukan untuk mencapainya, dan proses itu sendiri merupakan suatu cara sistematik yang ditetapkan untuk malakukan kegiatan. Dengan merujuk pada definisi di atas, maka manajemen berarti suatu proses yang menekankan keterlibatan dan aktivitas yang saling terkait untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan (Oetomo, 2002).
Stephanie, seperti yang dikutip Umar (2001: 31) dari Sukristono, mendefinisikan strategi sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.
Sebagai sebuah institusi atau organisasi yang bergelut dalam bidang informasi, maka perpustakaan perlu merumuskan rencana strategis yang akan dituangkan dalam strategi informasi sesuai dengan visi dan misi organisasinya. Strategi informasi akan menjadi sebuah kebijakan informasi yang berisi tujuan, sasaran dan kegiatan-kegiatan yang akan dicapai dalam periode yang telah ditentukan. Tujuan utamanya adalah untuk mengelola, menerapkan, dan memelihara sumber-sumber informasi, serta mendukung basis pengetahuan organisasi yang penting dengan sistem dan teknologi yang tepat.
Elizabeth Orna dalam Practical Information Policies: how to manage information flow in organization, seperti yang dikutip Henczel (2001: 10) mendefinisikan manajemen informasi strategis atau strategi informasi sebagai berikut:
“..the detailed expression of information policy in terms of objectives, targets and actions to achieve them, for a defined period ahead. Information strategy provides the framework for management of information. Information strategy, contained within the framework of an organizational information policy for information and supported by appropriate systems and technology, is the ‘engine’ for:
- maintaning, managing and applying the organization’s information resources;
- supporting its essential knowledge base and all who contribute to it, with strategic intelligence, for achieving its key business objectives.”

Dalam hal ini strategi informasi merupakan pernyataan terinci mengenai kebijakan informasi yang berisi tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan tindakan-tindakan untuk dilaksanakan dalam periode ke depan yang telah ditentukan. Strategi informasi merupakan sebuah ‘alat’ yang diterapkan di dalam kerangka sebuah kebijakan informasi organisasi yang didukung oleh sistem dan teknologi yang tepat untuk keperluan: pemeliharaan, pengelolaan dan penerapan sumber-sumber informasi organisasi; mendukung basis pengetahuan yang pentingnya dan semua yang memberikan kontribusi terhadapnya, dengan intelegensi strategis, untuk mencapai tujuan-tujuan kegiatan utamanya.
Selanjutnya Orna (Henczel,2001: 11) menyatakan bahwa dasar sebuah strategi informasi adalah kebijakan informasi organisasi yang dapat menggambarkan:
· tujuan-tujuan penggunaan informasi dan prioritas-prioritasnya dalam organisasi.
· apa arti informasi dalam kontek organisasi bersangkutan sesuai dengan keperluan kegiatannya.
· prinsip-prinsip untuk mengelola informasi.
· prinsip-prinsip penggunaan sumber daya manusia dalam mengelola informasi.
· prinsip-prinsip penggunaan teknologi untuk mendukung manajemen organisasi.
· prinsip-prinsip yang akan menerapkan hubungan dalam menetapkan biaya dan efektivitas informasi dan pengetahuan.

Sebuah kebijakan informasi organisasi biasanya memberikan arahan baik bagi para pengelola maupun para pengguna informasi. Bagi para pengelola kebijakan informasi merupakan sebuah kerangka kerja yang berisi prinsip-prinsip organisasi yang berhubungan dengan informasi, penggunaannya dan pengelolaannya. Di antaranya menjamin pengalokasian sumber-sumber informasi penting dalam manajemen informasi. Sedangkan dari perspektif pengguna, kebijakan informasi merupakan sebuah jaminan bahwa organisasi mempunyai komitmen untuk menyediakan informasi yang dibutuhkannya (Henczel, 2001: 11).
Dengan demikian para kepala perpustakaan sebuah perguruan tinggi dan semua yang terlibat di dalamnya harus memahami dorongan-dorongan yang membuat perubahan ini terasa diperlukan dan betul-betul sangat diharapkan. Paling tidak dorongan-dorongan dan suasana lingkungan seperti ini harus dijelaskan kepada seluruh staf dan pengguna perpustakaan, karena hal ini akan mempengaruhi sikap para staf dan pengguna perpustakaan dikemudian hari. Bahkan akan lebih baik lagi jika mereka dapat berpartisipasi dalam mengelola perubahan dengan menggunakan suatu pendekatan strategis yang jelas.
Beberapa model manajemen strategis yang ada saat ini adalah model manajemen strategis dari Wheelen-Hunger, Fred R. David, dan Glen Baseman-Arvind Platak dengan beberapa elemen utamanya, antara lain:
a. Visi, Misi dan Falsafah.
Visi yang dimiliki oleh sebuah pergurun tinggi merupakan cita-cita tentang keadaan di masa datang yang diinginkan untuk terwujud oleh seluruh personilnya, mulai dari jenjang yang paling atas sampai paling bawah, bahkan pesuruh sekalipun. Sedangkan misi adalah penjabaran secara tertulis mengenai visi agar visi menjadi mudah dimengerti atau jelas bagi seluruh organisasi.
b. Analisis lingkungan eksternal dan internal.
Berdasarkan pemahaman lingkungan eksternal dan internal ini, hendaknya kelemahan dan kekuatan yang dimiliki organisasi dapat diketahui. Selain mengetahui kekuatan dan kelemahan, sebuah organisasi perlu juga mencermati peluang yang ada dan memanfaatkannya agar organisasi memiliki keunggulan kompetitif. Karena bila peluang ini tidak dimanfaatkan bisa saja berbalik menjadi ancaman bagi orgnisasi itu sendiri.
c. Analisis pilihan strategi.
Analisis pilihan strategi dapat dilakukan dengan cara mengelompokan strategi-strategi yang sudah umum diketahui, di mana strategi tersebut dapat diterapkan pada berbagai bentuk organisasi. Dari kelompok strategi generik ini akan dipilih salah satu kombinasi beberapa strategi induk dengan menggunakan cara-cara tertentu.
d. Sasaran jangka panjang.
Upaya pencapaian tujuan organisasi adalah suatu proses yang berkesinambungan yang memerlukan pentahapan. Untuk menentukan apakah suatu tahapan sudah dicapai atau belum, perlu dirumuskan secara jelas dengan angka-angka kuantitatif. Pembuatan jangka panjang ini mengacu kepada strategi induk yang telah ditetapkan sebelumnya.
e. Strategi fungsional.
Langkah penting implentasi strategi induk ini dilakukan dengan membagi-baginya ke dalam jangka waktu tahunan secara berkesinambungan dan dengan memperhatikan skala prioritas yang dapat diukur. Sasaran jangka pendek ini hendaknya mengacu pada strategi fungsional yang sifatnya operasional. (Umar, 2001: 19)
Secara khusus Gallacher (1996; 13) dalam Managing Change in Library and Infornation Service mengemukan bahwa yang harus dilakukan oleh kepala perpustakaan adalah mempertimbangkan lingkungan internal dan eksternalnya, karena hal ini mempunyai konsekuensi yang multi fungsional, antara lain mencakup:
§ Environmental analysis, yaitu proses mengkaji trend dan kondisi dalam lingkungan perpustakaan untuk mengidentifikasi hal-hal yang mendorongan kepada perubahan.
§ Political awarness, yaitu kepekaan terhadap kondisi dalam organisasi induk perpustakaan (universitas) dan pemahaman tentang posisi dan cakupan pengaruh di dalamnya.
§ Strategic vision, yaitu partisipasi dalam membuat keputusan ke mana perpustakaan akan diarahkan, mengapa dan bagaimana perpustakaan dapat mencapainya
Berhubungan dengan aspek-aspek internal dan eksternal yang harus dianalisis sebagai dasar pijakan pembuatan rekomendasi strategi yang diterapkan, Indrajit (2000: 33) menyebutkan bahwa:
Pertama, di dalam aspek internal, ada empat hal utama yang harus dianalisis, yaitu: 1). Struktur Organisasi—mempelajari fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi dan bagaimana keterkaitan antar fungsi tersebut; 2). Proses dan Prosedur—mempelajari bagaimana proses dan prosedur penciptaan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan secara mendatail; 3). SDM dan Budaya Perusahaan—mempelajari karkteristik manusia sebagai implementor sistem yang diterapkan perusahaan, terutama hal-hal yang melatarbelakangi terbentuknya budaya perusahaan; 4). Sumber daya dan Infrastruktur Perusahaan—mempelajari sumber-sumber daya yang dimiliki perusahaan, seperti aset keuangan, manusia, informasi, waktu dan sebagainya.
Kedua, di dalam aspek eksternal, ada dua faktor yang harus dipelajari: 1). Produk dan Jasa (Pelayanan), yang merupakan alasan mengapa sebuah perusahaan didirikan, karena penjualan produk dan jasa inilah pendapatan diperoleh untuk mendapatkan profit atau keuntungan; 2). Pasar dan Pelanggan, yang merupakan kumpulan dari para calon pembeli produk dan jasa yang ditawarkan.
Cohn (2001:1) menyimpulkan bahwa rencana strategis memfokuskan pada kegiatan: 1). Mengidentifikasi kunci isu-isu lingkungan yang mempengaruhi perpustakaan—sebagai contoh, prakarsa dalam organisasi induk (untuk menjadi universitas riset bertaraf internasional) atau ketersediaan teknologi baru sebagai strategi perpustakaan tersebut dalam merespon isu-isu ini; 2). Mendefinisikan visi layanan yang menggambarkan tujuan akhir dengan tetap menyediakan fleksibilitas dalam menerima hasil ahkir ini. Selanjutnya dalam pengembangan sebuah rencana teknologi dasar harus melibatkan delapan tahapan, antara lain:
1. meninjau keberadaan teknologi dan layanan-layanan yang ada.
2. meninjau kebutuhan lingkungan dan pengguna
3. menentukan prioritas
4. mengembangkan misi, visi, dan tujuan untuk dilaksanakan
5. mengembangkan proposal anggaran untuk menerapkan rencana yang telah dibuat
6. mengevaluasi hasil yang telah dicapai
7. mendefinisikan kembali prioritas, jika perlu
8. meng-update dan merevisi rencana (Cohn, 2001; 2).


C. Sistem Informasi Perpustakaan Terintegrasi

Dalam teori organisasi modern, perusahan yang ingin berkembang saat ini harus mengubah filosofi cara memandang aktivitas internal perusahaan, dari yang berbasis hierarki (atau fungsional) untuk keperluan manajemen internal, menjadi berbasis proses yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. Salah satu strategi perubahan yang mendukung proses tersebut adalah “internal integration”, yaitu jenis strategi perubahan yang tujuan utamanya untuk melakukan integrasi antara fungsi-fungsi atau departemen-departemen yang ada dalam perusahaan (Indrajit, 2000: 28).
Selanjutnya Indrajit (2000: 29) mengemukakan bahwa tiga hal pokok yang perlu dipahami secara menyeluruh apa yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan untuk menghasilkan sebuah sistem informasi terintegrasi yang baik adalah:
Pertama, sistem informasi, merupakan definisi secara jelas dan terperinci sehubungan dengan jenis-jenis informasi apa saja yang dibutuhkan oleh perusahaan (dalam hal ini perpustakaan) dan hal-hal yang berkaitan dengan (kecepatan proses pengolahan data menjadi informasi, tingkatan detail informasi, cara penampilan informasi, volume dan transaksi informasi, penanggung jawab informasi, dsb.)
Kedua, teknologi informasi, meliputi komponen-komponen perangkat keras (komputer, infrastruktur, alat komunikasi, dan lain-lain) dan perangkat lunak (aplikasi, sistem operasi, database, dan lain-lain) yang harus tersedia untuk menghasilkan sistem informasi yang telah didefinisikan.
Ketiga, manajemen informasi, menyangkut perangkat manusia (brainware) yang akan menginplementasikan sistem informasi yang dibangun dan mengembangkan teknologi informasi sejalan dengan perkembangan perusahan (institusi) di masa mendatang.
Sebelum berbicara mengenai gambaran sistem perpustakaan terintegrasi, secara mendasar Lancaster (1988: 2) membagi kegiatan-kegiatan yang ada di perpustakaan itu menjadi dua kelompok seperti yang digambarkan dalam diagram berikut ini. Kegiatan pertama berhubungan dengan organisasi dan pengawasan sumber-sumber informasi. Kegiatan-kegiatan ini berupa layanan teknis yang menghasilkan berbagai macam alat bantu (katalog, bibliografi, klasifikasi rak, dan sejenisnya) yang akan membantu kegiatan kelompok keduanya, yaitu layanan publik. Layanan publik kemudian dibagi lagi menjadi dua kelompok: demand service dan notification service. Layanan yang pertama bersifat pasif menunggu respon atas permintaan para pengguna, sedangkan yang kedua lebih dinamis dengan mencoba mendisain layanan untuk di informasikan kepada para pengguna sehingga menjadi tertarik.
Gambar 1. Operasional sebuah perpustakaan (Lancaster,1988)

Dengan adanya perkembangan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi, pekerjaan sekarang yang sedang berlangsung adalah menghadirkan sistem otomasi perpustakaan terintegrasi, termasuk jaringan dan teknologi bidang elektronik dalam mewujudkan perpustakaan modern. Tiwari (2002) menjelaskan bahwa yang menjadi fokus dalam otomasi perpustakaan dewasa ini adalah sistem, sumber informasi dan pengguna yang terkoneksi, dimana perkembangan komputer akan diikuti dengan perkembangan dalam penggunaan jaringan dan internet. Sistem manajemen perpustakaan terintegrasi akan menerapkan modul-modul standar seperti sirkulasi, pengkatalogan, pengadaan, akses katalog online dan jaringan kerjasama melalaui fasilitas internet.
Cohn dkk. (2001: xi) mendefinisikan bahwa “an integrataed system” as one that computerizes a multiplicity of library functions using one common database. Sejalan dengan definisi ini, Clayton dan Batt (1992: 55) menjelaskan bahwa:
“More recently system designers have begun to emphasize the advantages of an integrated approach to automations: that is, a common database processed by applications programs which perform a range of technical support functions including acquisations, cataloguing, circulation, serials control and online public access catalogues. ... The establishment of an integrated system in which all functions share one database eliminates or reduces data redudancy and therefore improves efficiency and can reduce cost.”

Pernyataan tersebut memberikan sebuah gambaran bahwa desain sistem yang sedang berkembang akhir-akhir ini lebih menekankan pada manfaat pendekataan otomasi terintegrasi. Otomasi terintegrasi memanfaatkan sebuah basis data dan program aplikasi yang mendukung pelaksanaan fungsi-fungsi teknis: pengadaan, sirkulasi, pengawasan serial dan katalog yang dapat diakses secara online, dan sistem terintegrasi dengan basis data tunggal ini akan mengurangi duplikasi data sehingga dapat meningkatkan efesiensi dan mengurangi pemborosan.
Pernyataan tersebut sama halnya dengan yang di ungkapkan Lopata (1995), bahwa sistem perpustakaan terintegrasi mempunyai beberapa kelebihan daripada sistem yang tidak menerapkannya, antara lain:
1. Duplikasi cantuman-cantuman bibliografi akan terkurangi.
2. Keselahan-kesalahan pemasukan data atau perubahannya akan berkurang.
3. Para staf dan pengguna perpustakaan dapat mengakses semua informasi yang saling berhubungan dari sebuah lokasi.
Modul-modul dasar sistem informasi perpustakaan seperti yang dijelaskan Tiwari dan Cohn di atas, paling tidak terdiri dari: fungsi pengadaan, pengatalogan (pengolahan), sirkulasi, pengawasan serial, dan penelusuran katalog online. Jeniffer Rowley (1998: 313) menyatakan bahwa fokus sistem informasi manajemen perpustakaan adalah untuk mendukung layanan secara efektif bagi pengguna, manajemen pengadaannya, dan secara umum manajemen layanan-layanan yang diberikan oleh perpustakaan dan badan-badan lainnya yang menyelenggarakan akses terhadap koleksi-koleksi dokumen. Sistem tersebut paling tidak harus mendukung:
1. Pemesanan dan pengadaan (mencakup kegitan: pemesanan; penerimaan; penolakan; penghitungan keuangan; enquires status pemesanan; laporan dan statistik pengaadaan).
2. Pengatalogan (meliputi: entri data; kontrol kepengarangan; downloading rekod dari basis data lain).
3. OPAC atau bentuk katalog lainnya (meliputi: akses secara online; antarmuka akses secara umum; bentuk katalog lainnya; akses internet; akses dari pengguna jauh melalui internet).
4. Kontrol sirkulasi (meliputi: parameter-parameter tentang kebijakan peminjaman, waktu buka layanan dll.; peminjaman; waktu pengembalian; perpanjangan; denda; pemeliharaan; peminjaman jangka pendek; pemeliharaan berkas peminjam, enqiuries yang berhubungan dengan para peminjam atau status dari tiap itemnya; surat peringatan; laporan dan statistik penggunaan koleksi yang ada).
Pengembangan sistem informasi perpustakaan yang dilakukan secara terpisah tersebut, sudah dikembangkan menjadi sistem yang terintegrasi yang didasarkan pada arsitektur basis data yang saling berhubungan. Adapun fungsi dasar dari sistem informasi perpustakaan terintegrasi ini dapat kita lihat dari penjelasan Cohn dkk. (2001:7), yaitu:
1. Menyediakan penelusuran pada isi sumber-sumber lokal (seperti, buku, serial, media, sumber-sumber elektronik) yang merupakan bagian dari koleksi perpustakaan itu.
2. Sebagai pintu gerbang atau portal yang mengarahkan kepada sumber-sumber online lainnya (seperti, buku, serial, media, sumber-sumber elektronik), termasuk di dalamnya kemampuan untuk menemukan copian dalam format tercetak atau elektronik.
3. Memfasilitasi “off-site” penelusuran elektronik secara lokal dan mengarahkan terhadap sumber-sumber dari rumah, kantor atau sekolah para pengguna.
4. Menyediakan pendampingan penelusuran dalam menemukan informasi.


D. Peluang Bagi Sebuah Universitas

Penyediaan sarana dan prasarana untuk memenuhi students needs, student interest, dan student welfare, seperti sistem informasi terintegrasi perpustakaan ini, dapat memiliki daya tarik bagi para mahasiswa, terutama tingkat magister dan doktor dari berbagai penjuru dunia. Sebagai universitas riset yang memiliki orientasi internasional diharapkan keberadaan perpustakaan yang terintegrasi ini dapat menciptakan academic and socil exchange, dan sekaligus komunitas yang pada gilirannya membentuk intelectual community dan learning society (UIN Jakarta, 2003: 10).
Globalisasi yang ditandai kemajuan-kemajuan penting dalam teknologi informasi dan komunikasi, mendorong terjadinya pula perubahan-perubahan dalam pembelajaran. Guru atau tenaga pengajar kini tidak lagi merupakan satu-satunya sumber belajar dalam proses pembelajaran. Teknologi komunikasi dan informasi yang kini ada dan juga yang akan terus berkembang semakin memungkinkan peserta didik untuk mengakses sendiri beragam sumber belajar (Azra, 2004: 2). Persoalan yang muncul adalah bukan pada bagaimana mencari informasi (sumber belajar), tapi bagaimana menyaring, mengolah, dan menggunakan informasi tersebut. Dunia pendidikan perlu mengubah paradigma berpikirnya dari konsep siswa (mahasiswa) sebagai objek menjadi subyek pembelajaran. Tugas pendidikan adalah membantu mahasiswa dalam ”proses menjadi dirinya sendiri”. Untuk itulah mahasiswa perlu diberikan bekal dan kemampuan untuk menciptakan pengetahuan yang berguna bagi hidupnya kelak (Purwanto, 2004: 15)
Dengan adanya paradigma baru tersebut, sudah selayaknya bagi universitas menyediakan perpustakaan terintegrasi yang memberikan keleluasaan bagi para mahasiswa untuk menggali potensi dirinya. Salah satu contoh peran perpustakaan terintegrasi dalam pendidikan jarak jauh (PJJ), karena ia menggantikan peran dan fungsi pendidikan sebagaimana dalam pendidikan tatap muka. Perkembangan mutakhir dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memberikan peluang bagi perpustakaan perguruan tinggi untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa yang beragam. Teknologi dimanfaatkan untuk meningkatkan akses, memperbaiki kualitas, mengurangi biaya, dan meningkatkan efektivitas pendidikan tinggi. Bagi mahasiswa, pemanfaatan teknologi berdampak positif pada keluwesan dalam memilih metode belajar. Proses pembelajaran berbasis teknologi menghendaki sekaligus membantu mahasiswa mengenal memanfaatkan teknologi yang tersedia.
Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), perbedaan fleksibelitas pembelajaran antara pendidikan jarak jauh (PJJ) dan tatap muka menjadi makin tipis. Yang tersisa hanyalah terpisahnya mahasiswa dengan pengajar pada PJJ, sedangkan dalam pendidikan tatap muka berada dalam ruang belajar yang sama dengan jadwal pertemuan yang terikat yang ditentukan pengelola pendidikan. Metode pembelajaran jarak jauh dan TIK diperkuat dengan strategi pembelajaran kelas sehingga menciptakan suatu lingkungan baru berupa sistem belajar yang fleksibel. Banyak institusi pendidikan berupaya melembagakan program belajar yang fleksibel sebagai strategi pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan pengguna. Cepat atau lambat perubahan ini mempengaruhi pendidikan tinggi di seluruh dunia, sehingga PJJ menjadi alternatif strategi pembelajaran baru untuk menjamin keberlanjutan suatu institusi pendidikan tinggi (Suparman, 2004: 9).
Untuk itu sudah tidak diragukan lagi bahwa perencanaan strategis sistem informasi perpustakaan terintegrasi bagi sebuah universitas sangatlah penting. Kathy Ennis (2000: 4), dalam bukunya Guideline for Learning Resource and Services in Further and Higher Education: performance and resources, menjelaskan bahwa perpustakaan sebagai sebuah layanan sumber pembelajaran mempunyai peranan yang saling terintegrasi dalam menyediakan pembelajaran yang efektif, di antaranya:
1. Penentuan dan penafsiran tentang informasi, pengetahuan dan sumber-sumber untuk mendukung pembelajaran.
2. Penyediaan fasilitas dan lingkungan yang sesuai agar mahasiswa dapat belajar sesuai dengan apa yang dibutuhkannya dalam waktu yang tepat, baik untuk kepentingan individu maupun kelompok.
3. Menentukan dan memberikan program-program keterampilan informasi.
4. Menyediakan fasilitas dan bahan-bahan yang mendukung staf akademik dalam menyampaikan kurikulum.
5. Menyediakan informasi dan bahan-bahan untuk membantu manajer senior dalam membuat keputusan (kebijakan informasi) yang berhubungan dengan institusi secara keseluruhan.
Andrew McDonald mempertegas peranan tersebut dengan memberikan penjelasan bahwa:
“The important of libraries should be emphasized in learning and teaching strategies developed by our college and universities. We actively facilitate all types of learning curriculum-related learning; independent learning; group learning; and distributed learning. Uniqely, the ‘hybrid’ library provides access to collection, PCs and electronic resources, study places and supportive staff. We teach the core information skill necessary for academic work and learning throughout life. We are the ‘hub’ for distributing services off campus. We are commited to promoting literacy and IT literacy” (Ennis, 2000: 4).

Hal ini berarti akan sangat penting bila peranan perpustakaan untuk dicanangkan dalam strategi belajar dan pengajaran yang dikembangkan oleh civitas akademiknya, dengan cara memfasilitasi macam-macam kegiatan pembelajaran, seperti: pembelajaran berbasis kurikulum, pembelajaran mandiri, pembelajaran kelompok, dll. Perpustakaan mempunyai tugas untuk menyediakan akses terhadap koleksi atau sumber-sumber informasi baik tercetak maupun elektronik dengan bantuan staf yang handal. Selain itu juga perpustakaan harus dapat memberikan keterampilan informasi untuk kegiatan pembelajaran tersebut dengan cara memberikan pelatihan “melek informasi dan teknologi informasi”.

E. Standar Kinerja Teknologi Informasi

Melihat pentingnya peranan tenologi informasi, maka harus ada suatu mekanisme yang dapat mengukur kinerja perangkat teknologi tersebut. Salah satu cara atau metode yang dapat dipakai adalah dengan menggunakan konsep information technology scorecard (balanced scorecards untuk kinerja teknologi informasi). Sama seperti halnya dalam balanced scorecards untuk bisnis, pada balanced scorecards untuk kinerja teknologi informasi terdapat 4 akses kinerja yang harus diukur, masing-masing adalah:
1. User Orientation, untuk mengukur kepuasan para pengguna terhadap kinerja divisi teknologi informasi yang bertanggung jawab dalam menyediakan perangkat teknologi.
2. Corporate Contribution, untuk mengukur seberapa jauh keberadaan teknologi dapat mendukung kebutuhan perusahaan.
3. Operational Excellence, untuk mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas proses terkait dengan manajemen atau pengelolaan teknologi informasi.
4. Future Orientation, untuk mengukur seberapa jauh teknologi informasi dapat memberikan kontribusi terhadap tantangan bisnis masa depan (Indrajit, 2005: 250).
Selanjutnya Indrajit (2005: 252) menjelaskan bahwa konsep tata kelola teknologi informasi yang dibutuhkan seperti di atas, kerap diistilahkan dengan IT Governance (information technolgy governance) yang diberi nama COBIT (Control Objective for Information and related Technology) yang telah terbukti berhasil diterapkan oleh berbagai perusahaan besar di dunia.
IT Governance bukan bidang yang terpisah, melainkan merupakan komponen dari pengelolaan perusahaan secara keseluruhan, dengan tanggung jawab utama:
1. Memastikan kepentingan stakeholder diikutsertakan dalam menyusun strategi perusahaan.
2. Memberikan arahan kepada proses-proses yang menerapkan strategi perusahaan.
3. Memastikan proses-proses tersebut menghasilkan keluaran yang terukur.
4. Memastikan adanya informasi mengenai hasil yang diperoleh dan mengukurnya.
5. Memastikan keluaran yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan (Sadrah dan Surendo, 2005: 459).
Untuk itu sebagai sebuah orgnisasi yang berorientasi internasional, maka sudah selayaknya penerapan TI di dunia perpustakaan perguruan tunggi pun harus mengacu pada standar yang sudah mendapatkan pengakuan secara internasional ini. Suratman dan Surendo (2005: 467) mengemukan COBIT merupakan model standar pengelolaan IT yang dapat dijadikan sebagai tools dalam membuat model pengelolaan IT yang terdiri dari kumpulan 318 aktivitas, 34 proses IT dan 4 domain pengelolaan IT, yaitu: Planning & Organization, Acquisition & Implementaion, Delivery & Support, dan Monitoring.

Gambar 2. Kerangka COBIT (IT Governance Institut, 2005: 24)

F. Kesimpulan

Kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi dan bebasnya arus lalu lintas informasi memungkinkan penerapan belajar yang fleksibelitas di lingkungan perguruan tinggi. Penerapan teknologi informasi dalam sistem informasi perpustakaan terintegrasi dapat merubah cara belajar mahasiswa yang semula hanya berorientasi pada pengajar menjadi resource-based learning. Tentunya hal ini harus dipersiapkan dengan rencana matang sesuai dengan tata kelola teknologi informasi berstandar internasional yang akan tertuang dalam strategi informasi perpustakaan dan lembaga induknya.
Beberapa hal yang penting dalam rencana strategis ini adalah agar dapat mengantisipasi peluang dan tantangan baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Di antaranya adalah merubah paradigma semua civitas akademik dengan cara memberikan wawasan dan keterampilan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi. Sehingga manfaat penerapan teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan perpustakaan perguruan tinggi ini akan lebih berarti dalam menunjang proses pembelajaran, yang akhirnya akan membentuk pribadi lulusan perguruan tinggi yang berwawasan internasional.


G. Bahan Bacaan


Azra, Azyumardi. Pergeseran Paradigma Pembelajaran dalam Menghadapi Persaingan Global. Makalah Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran Menghadapi Tantangan Daya Saing SDM Nasional dan Internasional. Auditorium Depdiknas, 1-2 Desember 2004.
Cohn, John M.,dkk. Planning for integrated systems and technologies: a how-to-do-it manual for librarians. New York: Neal-Schuman Publisher, Inc., 2001.
Ennis, Kathy. Guideline for Learning Resource and Services in Further and Higher Education: performance and resources. London: Library Association Publishing, 2000.
Gallacher, Cathryn. Managing change in library and information services. London: ASLIB-IMI, 1996.
Henczel, Susan. The information audit: a practical guide. Munchen: Saur, 2001.
Indrajit, Richardus Eko. Pengantar konsep dasar manajemen sistem informasi dan teknologi informasi. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2000.
___________________. Integgrasi Porses Bisnis Korporat dengan Teknik Pengukuran Kinerja Sistem dan Teknologi Informasi (Implementasi Manajemen Resiko dengan Menggunakan COBIT). Dalam Sistem informasi: berbagai makalah tentang sistem informasi perfektif manusia dan sistem informasi, orgnisasi dan sistem informasi, teknologi sistem informasi yang disampaikan dalam Konferensi Nasional Sistem Informasi 2005 di Institut Teknologi Bandung. Bandung: Informatika Bandung, 2005.
IT Governance Institut. COBIT ver.4.0: Control Objectives Mangement Guidelines Maturity Models. Rolling Meadow: IT Gonernance Institut, 2005. Tersedia di http://www.itgi.org/. Diakses tanggal 24 April 2006.
Lancaster, F.W. If you want to evalute your library... London: The Library Association, 1988.
Lopata, Cynthia L. Integrated Library Systems. ERIC Digest. (1995). Tersedia di http://www.vmcsatellite.com/?aid=51733. Diakses tanggal 2 April 2006.
Oetomo, Budi Sutejo Dharmo. Perencanaan dan pengembangan sistem informasi. Yogyakarta, Andi, 2002.
Purwanto, Agus Joko. Memandang dengan Mata Baru. Makalah Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran Menghadapi Tantangan Daya Saing SDM Nasional dan Internasional. Auditorium Depdiknas, 1-2 Desember 2004.
Rowley, Jennifer. The Electronic Library: information technology, information retrieval, library management systems. London: Library Association Publishing, 1998.
Sadrah, Roni dan Kridanto Surendro. Analisa Kebutuhan Pengelolaan Teknologi Informasi di BUMN X dengan Menggunakan Framework COBIT Domain PO dan AI. Dalam Sistem Informasi: berbagai makalah tentang sistem informasi perfektif manusia dan sistem informasi, orgnisasi dan sistem informasi, teknologi sistem informasi yang disampaikan dalam Konferensi Nasional Sistem Informasi 2005 di Institut Teknologi Bandung. Bandung: Informatika Bandung, 2005.
Suparman, Atwi dan Zuhairi, Amin. Penerapan e-administration di Universitas Terbuka: tantangan dan prospek. Makalah Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran Menghadapi Tantangan Daya Saing SDM Nasional dan Internasional. Auditorium Depdiknas, 1-2 Desember 2004.
Suratman, Aswin dan Kridanto Surendo. Analisa kebutuhan Pengelolaan Teknologi Informasi dengan menggunakan COBIT Framework Domain Delivery & Support dan Monitoring (Studi Kasus PT X). Dalam Sistem Informasi: berbagai makalah tentang sistem informasi perfektif manusia dan sistem informasi, orgnisasi dan sistem informasi, teknologi sistem informasi yang disampaikan dalam Konferensi Nasional Sistem Informasi 2005 di Institut Teknologi Bandung. Bandung: Informatika Bandung, 2005.
UIN Jakarta. Garis-Garis Besar Rencana Strategis Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Menuju Universitas Riset Tahun 2007. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003.
Umar, Husein. Strategic management in action: konsep, teori, dan teknik menganalisa manajemen strategis strategic business unit berdasarkan konsep michael R. David, dan Wheelen-Hunger. Jakarta: Gramedia, 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar