USER EDUCATION :
PERUBAHAN PRILAKU DAN KOMPETENSI INFORMASI
BAGI PARA PENGGUNA PERPUSTAKAAN MADRASAH ALIYAH
Oleh:
Ade Abdul Hak*
A. Latar Belakang
Perpustakaan merupakan unit yang mempunyai peran strategis dalam mendukung kegiatan pendidikan, termasuk di dalamnya bagi madrasah adalah sebagai salah satu unit penunjang kegiatan pembelajaran. Perpustakaan merupakan pusat dan sumber belajar serta sarana pembelajaran yang mempunyai tugas pokok dalam penyediaan, pengelolaan, dan pelayanan informasi bagi pengguna di lingkungan madrasah.
Dengan perannya yang strategis, perpustakaan perlu didukung oleh kemampuan teknik-teknik yang efesien dan efektif dalam penggunaan sarana (layanan) perpustakaan untuk memenuhi informasi yang dibutuhkan oleh pemakainya, karena kemampuan mencari informasi tidak kalah pentingnya dengan informasi itu sendiri. Permasalahannya bahwa ternyata masih banyak siswa yang belum tahu atau bahkan tidak mempunyai pengetahuan dasar teknik penggunaan perpustakaan yang dibutuhkannya. Mereka belum pernah mengenal pendidikan pemakai perpustakaan (user education), dan metode pembelajaran di kalangan guru pun tidak mengarah kepada penggunaan perpustakaan yang efektif dan efesien.
Permasalahan ini sekarang menjadi bertambah berat dengan adanya perkembangan pengetahuan yang semakin cepat. Suatu sisi para siswa, bahkan ada sebagian dosen, belum memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam menggali informasi yang ada di perpustakaan. Di sisi lain pertumbuhan pengetahuan semakin cepat seiring perkembangan teknologi dan informasi.
Melihat gambaran efektivitas penggunaan sarana penelusuran hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dalam “Profil Sumber Informasi Perpustakaan Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2001”, menunjukkan bahwa 58.5% pemakai perpustakaan tidak pernah menggunakan kartu katalog dalam pencarian informasi di perpustakaan, dan 39.4% yang kadang-kadang menggunakan dan kadang-kadang juga tidak. Pertama, mereka tidak tahu sama sekali fungsi alat bantu tersebut ; kedua, mereka tahu tetapi buku di rak tidak cocok dengan nomor panggil kartu ( keadaan buku tidak sesuai dengan urutan nomor klas) akibat ulah pemakai lain yang tidak tahu fungsi urutan “call number” pada buku dan kartu ; ketiga, mereka merasa lebih cepat melakukan “browsing” ke rak buku karena jumlah buku masih sedikit.
Kesimpulan penelitian itu menyatakan bahwa perlunya pembudayaan pendidikan pemakai perpustakaan sejak dini sebelum mereka memasuki perguruan tingggi agar mereka mempunyai bekal dalam memanfaatkan sarana perpustakaan secara efektif dan efesien. Pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan perpustakaan secara efektif dan efesien ini akan dijadikan pegangan dasar ke perpustakaan manapun mereka pergi, mereka dapat dengan mudah mencari informasi yang dibutuhkan.
B. Perubahan Prilaku Pengguna Perpustakaan
Hakikat prilaku pada dasarnya adalah segala sesuatu yang dikatakan atau dikerjakan seseorang.[1] Pendapat lain mengatakan bahwa prilaku adalah penampilan yang ditetapkan dalam suatu kejadian yang secara kebetulan dapat berfungsi untuk penguatan (reinforcement). Prilaku ini dapat dipelihara/ dipertahankan dalam periode yang cukup lama.[2]
Reinforcement artinya sesuatu yang diperkuat atau dipergunakan atau yang selalu diingat kembali. Dali Gulo seperti yang dikutip Sukardi mengatakan bahwa reinforcement ialah tindakan memperkuat dengan menambah sesuatu; setiap keadaan yang memperbesar kemungkinan suatu respons tertentu akan muncul kembali dalam situasi yang sama; dalam operant conditioning, merupakan prosedur eksperimental untuk segera menyertai sebuah respons dengan sebuah reinforcement dengan tujuan untuk memperkuat respons tersebut.[3]
Dalam kaitan ini maka perubahan prilaku dapat dilakukan melalui reinforcement kepada si subyek belajar yang dalam kesempatan kali ini adalah para pemakai perpustakaan di kalangan siswa madrasah aliyah yang mencari buku sumber ajar atau informasi sesuai dengan kebutuhan pembelajarannya.
Dengan menggunakan konsep dasar psikologis, khususnya dalam konteks pandangan behaviorisme, kita dapat menyatakan bahwa praktik pendidikan itu pada hakikatnya merupakan usaha conditioning ( penciptaan seperangkat stimulus) yang diharapkan pula menghasilkan pola-pola prilaku (seperangkat response) tertentu.[4] Sehingga keberadaan pendidikan pemakai bagi para siswa madrasah aliyah (pengguna perpustakaan) diharapkan dapat menghasilkan pola-pola prilaku prestasi belajar (achievment) dalam term-term pengetahuan (penalaran), sikap ( penghayatan) dan keterampilan (pengamalan) dalam menggunakan sarana perpustakaan secara efektif.
Indikator-indikator atau manifestasi dari perubahan dan perkembangan prilaku tersebut bisa berupa:
a. Pengetahuan, misalnya: dari yang tadinya tidak tahu penggunaan susunan klasifikasi untuk pengelolaan buku-buku atau koleksi lainnya menjadi tahu makna dan manfaatnya, sehingga dapat menggunakan katalog untuk penemuan kembali buku-buku yang dibutuhkan.
b. Sikap, misalnya: dari yang tadinya bersikap perpustakaan hanya sebagai tempat penyimpanan buku menjadi perpustakaan sebagai tempat untuk mencari informasi (sumber belajar), sehingga selalu datang ke perpustakaan untuk memenuhi segala kebutuhan informasinya baik itu yang berhubungan langsung dengan perkuliahannya maupun untuk keperluan informasi lainnya.
c. Keterampilan, misalnya: dari yang tadinya sering menyobek buku atau koleksi lainnya menjadi perhatian untuk memelihara keberadaannya dengan cara menjaga kerapihan dan menempatkan kembali sesuai dengan susunan klasifikasi atau “call number” buku di rak atau sarana perpustakaan lainnya.
Ragam prilaku yang ingin diperoleh sebagai hasil belajar tersebut meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hal ini sejalan dengan Bloom yang mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni: kognitif, afektif dan psikomotor.[5]
Apakah arah ( positif, negatif, atau meragukan ) dari perubahan dan perkembangan itu serta kualifikasinya ( tinggi, sedang, rendah atau gagal/berhasil, memadai, tidak memadai, lulus atau tidak lulus, memuaskan atau tidak memuaskan, dapat diterima atau tidak, berdasarkan perangkat kriteria yang telah ditetapkan) jelas akan bergantung pada faktor (conditioning, pendidikan) di samping faktor (siswanya, pelajar).[6] Kontribusi pengaruh pendidikan pemakai pada penelitian kali ini secara teoritis akan mencoba melihat dari segi atau aspek apa yang diharapkan oleh pendidikan pemakai perpustakaan tersebut untuk setiap jenjangnya.
C. Kompetensi Informasi Pemakai Perpustakaan
Tidak dapat dipungkiri, bagaimanapun perpustakaan merupakan jantungnya sebuah lembga pendidikan. Perumpamaan perpustakaan sebagai sebuah jantung bagi suatu institusi pendidikan adalah mengidentifikasikan bahwa keberadaan perpustakaan begitu sangat penting dan berperan sekali untuk menunjang proses pendidikan, belajar mengajar dan penelitian. Oleh karenanya, para pemakai perpustakaan dituntut agar menguasai berbagai kompetensi informasi ( pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat menggunakan atau memanfaatkan berbagai fasilitas perpustakaan dengan efektif), terlebih dengan adanya ledakan informasi dan tuntutan kurikulum pada era globalisasi ini. Dalam hal ini Davies mengatakan, “learning how to use library is a basic component of ... (any) instructional programs”.[7]
Lebih jauh lagi Rice berpendapat dalam buku Teaching Library Use, bahwa:
“Education has always included a commitment to strong library collection and some instruction in its use. Morever, in recent years more and more educators and librarians at all levels have decided that every citizen should have basic skill in library research. The need for quick and current information is becoming perpasive in every human endevor. Students who don’t acquire essential library use competencies are now more likely to consider it major shortcomng in thier education.”[8]
Kesimpulannya adalah terampil menggunakan perpustakaan merupakan suatu hal yang perlu dipelajari, seperti yang dinyatakan oleh Tan Ngee Tiang bahwa “the ability to acquire these information skills, however are not innate. It must be conciously acquired”.[9]
Untuk mengetahui materi dan tujuan apa saja yang ingin dicapai dalam proses pendidikan pemakai ini, kita bisa melihat tingkatan atau jenjang pendidikan pemakai sebagaimana yang diklarifikasikan oleh Rice (1981).
1. Orientasi Perpustakaan.
Materi yang diajarkan berupa pengenalan terhadap perpustakaan secara umum, biasanya diberikan ketika siswa/mahasiswa baru memasuki suatu lembaga pendidikan bersangkutan, materinya antara lain:
- Pengenalan Gedung Perpustakaan.
- Pengenalan Katalog dan Alat Penelusuran lainnya.
- Pengenalan beberapa sumber bacaan termasuk bahan-bahan rujukan dasar.
Tujuan yang ingin dicapai:
Ø Mengenal fasilitas-fasilitas fisik gedung perpustakaan itu sendiri.
Ø Mengenal bagian-bagian layanan dan staf dari tiap bagian secara tepat.
Ø Mengenal layanan-layanan khusus seperti penelusuran melalui komputer, layanan peminjaman, dll.
Ø Mengenal kebijakan-kebijakan perpustakaan seperti prosedur menjadi anggota, jam-jam layanan perpustakaan, dll.
Ø Mengenal pengorganisasian koleksi dengan tujuan untuk mengurangi kebingungan pemakai dalam mencari bahan-bahan yang dibutuhkan.
Ø Termotivasi untuk datang kembali dan menggunakan sumber-sumber yang ada di perpustakaan.
Ø Terjalinnya komunikasi yang akrab antara pemakai dengan pustakawan.
2. Pengajaran Perpustakaan.
Materi yang diajarkan merupakan penjelasan lebih dalam lagi mengenai bahan-bahan perpustakaan secara spesifik, materinya antara lain:
- Teknik penggunaan indeks, katalog, bahan-bahan rujukan, dan alat-alat bibliografi.
- Penggunaan bahan atau sumber pustaka sesuai dengan masing-masing jurusan.
- Melaksanakan teknik-teknik penelusuran informasi dalam sebuah tugas penelitian atau pembuatan karya ilmiah lainnya.
Tujuan yang ingin dicapai:
Ø Dapat menggunakan pedoman pembaca untuk mencari bahan-bahan artikel.
Ø Dapat menemukan buku-buku yang berhubungan dengan subyek khusus melalui katalog.
Ø Dapat menggunakan bentuk mikro dan alat-alat baca lainnya secara tepat.
Ø Dapat menggunakan alat rujukan khusus seperti Ensiklopedi Britanica dan Who’s Who.
Ø Menemukan koleksi visual dan dapat menggunakannya.
Ø Mengetahui sumber-sumber yang tersedia di perpustakaan lain dan dapat melakukan permintaan peminjaman.
Ø Melakukan suatu penelusuran dalam layanan pengindeksan seperti pada Pusat Informasi Sumber Pendidikan dan dapat menemukan dan menggunakan hasil-hasil sitasi.
3. Pengajaran Bibliografi.
Materi yang diajarkan lebih condong sebagai langkah persiapan mengadakan atau sebagai dasar penelitian dalam rangka menyusun karya akhir. Pada level ketiga ini bisa ditawarkan melalui kuliah formal sebagai bagian dari perkuliahan, baik ada nilai kreditnya atau tidak.
Materi yang ingin dicapai antar lain:
- Informasi dan pengorganisasiannya.
- Tajuk subyek, “Vocabulary Control” dalam penelitian, dan definisi suatu topik penelitian.
- Macam-macam sumber untuk penelitian.
- Membuat kerangka teknik dan perencanaan suatu karya penelitian.
- Teknik-teknik membuat catatan dalam penelitian.
- Gaya, catatan kaki, rujukan dan sumber bahan bacaan.
- Strategi penelitian, kesempurnaan dalam penelitian, dan pemakaian yang tepat layanan koleksi yang diberikan perpustakaan.
- Membuat/menulis karya ilmiah.
D. Metode dan Teknik Pendidikan Pemakai Perpustakaan
Ada berbagai macam metode dan media untuk melaksanakan program-program pendidikan pemakai. Memilih metode dan media mana yang paling cocok tergantung kepada situasi belajar-mengajar itu sendiri, jadi tidak ada sebuah metode yang paling cocok untuk menunjang semua kegiatan pendidikan pemakai ini.
Kosterman menyarankan bahwa suatu metode pengajaran harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. dapat mengkomunikasikan tujuan-tujuan yang telah dibuat.
2. dapat membuat siswa tertarik untuk memperhatikan dan memotivasi mereka untuk perhatian penuh terhadap apa yang sedang diajarkan.
3. dapat mendorong siswa untuk ambil bagian dengan menolongnya mempersiapkan pelajaran – pelajaran.
4. dapat ditindaklanjuti.
5. dapat memberikan umpan balik untuk menguji efektivitas metode tersebut melalui indikator-indikator yang jelas.[10]
Sementara itu Hills seperti yang dikutip Fjallbrant menyebutkan ada empat faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode dan media pengajaran untuk pendidikan pemakai perpustakaan ini, antara lain:
1. Motivation
Pengajaran harus memberikan suatu motivasi yang tinggi, misalnya ketika siswa ingin menemukan informasi yang berhubungan dengan pekerjaan atau pelajaran tertentu.
2. Activity
Kerja aktif dalam pembelajaran pemecahan masalah akan kelihatan lebih efektif daripada hanya sekedar menyebutkan atau menjelaskan suatu rangkaian pekerjaan.
3. Understanding
Pendidikan pemakai akan lebih efektif jika siswa memahami apa dan kenapa mereka mengerjakan hal demikian, jika hal ini merupakan permasalah yang baru dapat dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya.
4. Feedback
Umpan balik atau informasi perkembangan yang dibuat harus tersedia bagi para siswa.[11]
Ada beberapa teknik atau metode yang dapat digunakan dalam pendidikan pemakai , untuk keperluan penelitian kali ini pembahasan dibatasi hanya pada topik orientasi perpustakaan. Teknik-teknik tersebut antara lain: Ceramah atau Kuliah umum di Kelas, Wisata Perpustakaan, Penggunaan Audio Visual, Permainan dan Tugas Mandiri, Penggunaan Buku Pedoman atau Pamflet.
1. Ceramah atau Kuliah umum di Kelas
Penejelasan mengenai pengenalan dan pelayanan perpustakaan dapat diberikan di kelas dengan cara memberikan ceramah atau kuliah secara umum atau melalui demonstrasi. Idealnya jumlah peserta perkelas kurang lebih antara 15-30 orang. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam metode ini para peserta diberikan beberapa tugas terstruktur dan latihan yang memungkinkan mereka mampu menggunakan perpustakaan secara mandiri. Pelaksanaan metode ini selayaknya dapat dilakukan dengan metode wisata perpustakaan, agar peserta lebih memahami dan akrab dengan dunia perpustakaan yang sebenarnya.
2. Wisata Perpustakaan
Beberapa teknik yang bisa dilakukan dalam memandu wisata perpustakaan, antara lain:
- Menciptakan suasana yang bersahabat dan informal serta terbuka untuk beberapa pertanyaan.
- Usahakan berbicara tidak terlalu cepat dan sensitif terhadap kebingungan yang dialami pemakai.
- Gunakan sarana pembantu untuk memperjelas sesuatu yang didiskusikan, misal: penggunaan katalog.
- Buatlah para peserta berperan aktif untuk mencoba menggunakan fasilitas yang ada.
- Waktu yang digunakan tidak terlalu lama, maksimal 45 menit.
- Sediakan buku panduan yang dapat membantu mereka selama mengikuti wisata perpustakaan tersebut.
3. Penggunaan Audio Visual
Teknik ini biasanya dilakukan untuk wisata mandiri perindividual (perorangan), di antaranya adalah penggunaan kaset, televisi, slide, dll.
Pemakai perpustakaan dapat menjelajahi perpustakaan dengan mendengarkan instruksi yang direkam dalam kaset. Mereka dapat mematikan dan mengulang kaset tersebut sesuai dengan kemampuannya dalam memahami instruksi yang terdapat dalam kaset.
Orientasi perpustakaan dapat juga dilakukan melalui penggunaan televisi, para peserta dapat menyaksikan dan memperoleh penjelasan mengenai berbagai hal, seperti: fasillitas perpustakaan, pelayanan perpustakaan, dan fungsinya masing-masing.
Slide dapat digunakan dalam menerangkan lokasi, fasilitas dan pelayanan perpustakaan dengan memberikan keterangan-keterangan yang diberikan oleh pemandu atau rekaman suara.
4. Permainan dan Tugas Mandiri
Metode ini merupakan salah satu cara yang cukup efektif dalam mengajarkan bagaimana cara menemukan informasi yang dibutuhkan. Biasanya lebih sesuai diterapkan untuk pemakai perpustakaan usia anak Sekolah Dasar dan Menengah. Permainan sangat berguna dalam meningkatkan kemampuan anak sehingga mereka lebih dapat menikmati penggunaan perpustakaan. Biasanya metode ini dilakukan di tingkat lebih tinggi untuk menghilangkan kejenuhan yang mungkin ada ketika proses pembelajaran dengan metode lain berlangsung.
5. Penggunaan Buku Pedoman atau Pamflet
Teknik ini biasanya menuntut pemakai untuk mempelajari sendiri mengenal perpustakaan melalui berbagai keterangan yang ada pada buku panduan atau pamflet, dan biasanya diterapkan ketika peserta melaksanakan wisata perpustakaan.
Beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan ketika membuat buku pedoman atau pamflet untuk keperluan pendidikan pemakai ini, antara lain:
- Buatlah bahan tersebut sesingkat mungkin.
- Harus membuat pemakai jelas dalam melakukan hal yang berkenaan dengan penggunaan perpustakaan.
- Membuat pemakai kraetif.
Membuat langkah yang sederhana, dengan demikian pemakai dapat selangkah demi selangkah mencoba untuk memparaktekkannya di perpustakaan.
Daftar Pustaka
Bloom, Benjamin S., (1981). Taxonomy of Educational Objective, Handbook I Cognitive Domain. New York: Longman.
Davies. R.H. and Stimberling, (1973). Lifelong Education and the School. Hamburg: UNESCO Institute for education.
Fjallbrant, Nancy, (1978). User education libraries. London: Clive Bingley.
Kosterman, Wayne. (1978). “A Guide to library environment graphics.” Library Technology Reports. 14 (May-June 1978): 269-95
Makmun, Abin Syamsudin, (2001). Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.
Martin, Garry and Joseph Pear, (1992). Behavior Modification. New Jersey: Prentice Hall.
Rice, James, (1981).Teaching Library Use: A Guide for library Instruction. London: Greenwood Press.
Sukardi, Dewa Ketut, (1983). Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional.
Tan Ngee Tiang, (1996). Promotion Information Skill in Primary School. Article in Proceeding Paper in CONSAL. Kuala Lumpur: CONSAL Authority Board and Authors.
* Pustakawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
[1] Martin, Garry and Joseph Pear, (1992). Behavior Modification. New Jersey: Prentice Hall. Hal. 3
[2] Pervin, Lawrence A. and Oliver F. John, (1997). Personality Theory and Research. USA: John Wiley & Son inc. Hal. 322-323.
[3] Sukardi, Dewa Ketut, (1983). Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional. Hal. 23.
[4] Makmun, Abin Syamsudin, (2001). Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya. Hal. 27.
[5] Bloom, Benjamin S., (1981). Taxonomu of Educational Objective, Handbook I Cognitive Domain. New York: Longman. Hal. 7
[6] Makmun, Abin Syasudin, (Op.Cit). Hal. 28
[7] Davies. R.H. and Stimberling, (1973). Lifelong Education and the School. Hamburg: UNESCO Institute for education. Hal. 39
[8] Rice, James, (1981).Teaching Library Use: A Guide for library Instruction. London: Greenwood Press. Hal. 3
[9] Tan Ngee Tiang, (1996). Promotion Information Skill in Primary School. Article in Proceeding Paper in CONSAL. Kuala Lumpur: CONSAL Authority Board and Authors.
[10] Diterjemahkan dari Kosterman, Wayne. (1978). “A Guide to library environment graphics.” Library Technology Reports. 14 (May-June 1978): 269-95.
[11] Terjemahan bebas dari Fjallbrant, Nancy, (1978). User education libraries. London: Clive Bingley. Hal. 33
PERUBAHAN PRILAKU DAN KOMPETENSI INFORMASI
BAGI PARA PENGGUNA PERPUSTAKAAN MADRASAH ALIYAH
Oleh:
Ade Abdul Hak*
A. Latar Belakang
Perpustakaan merupakan unit yang mempunyai peran strategis dalam mendukung kegiatan pendidikan, termasuk di dalamnya bagi madrasah adalah sebagai salah satu unit penunjang kegiatan pembelajaran. Perpustakaan merupakan pusat dan sumber belajar serta sarana pembelajaran yang mempunyai tugas pokok dalam penyediaan, pengelolaan, dan pelayanan informasi bagi pengguna di lingkungan madrasah.
Dengan perannya yang strategis, perpustakaan perlu didukung oleh kemampuan teknik-teknik yang efesien dan efektif dalam penggunaan sarana (layanan) perpustakaan untuk memenuhi informasi yang dibutuhkan oleh pemakainya, karena kemampuan mencari informasi tidak kalah pentingnya dengan informasi itu sendiri. Permasalahannya bahwa ternyata masih banyak siswa yang belum tahu atau bahkan tidak mempunyai pengetahuan dasar teknik penggunaan perpustakaan yang dibutuhkannya. Mereka belum pernah mengenal pendidikan pemakai perpustakaan (user education), dan metode pembelajaran di kalangan guru pun tidak mengarah kepada penggunaan perpustakaan yang efektif dan efesien.
Permasalahan ini sekarang menjadi bertambah berat dengan adanya perkembangan pengetahuan yang semakin cepat. Suatu sisi para siswa, bahkan ada sebagian dosen, belum memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam menggali informasi yang ada di perpustakaan. Di sisi lain pertumbuhan pengetahuan semakin cepat seiring perkembangan teknologi dan informasi.
Melihat gambaran efektivitas penggunaan sarana penelusuran hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dalam “Profil Sumber Informasi Perpustakaan Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2001”, menunjukkan bahwa 58.5% pemakai perpustakaan tidak pernah menggunakan kartu katalog dalam pencarian informasi di perpustakaan, dan 39.4% yang kadang-kadang menggunakan dan kadang-kadang juga tidak. Pertama, mereka tidak tahu sama sekali fungsi alat bantu tersebut ; kedua, mereka tahu tetapi buku di rak tidak cocok dengan nomor panggil kartu ( keadaan buku tidak sesuai dengan urutan nomor klas) akibat ulah pemakai lain yang tidak tahu fungsi urutan “call number” pada buku dan kartu ; ketiga, mereka merasa lebih cepat melakukan “browsing” ke rak buku karena jumlah buku masih sedikit.
Kesimpulan penelitian itu menyatakan bahwa perlunya pembudayaan pendidikan pemakai perpustakaan sejak dini sebelum mereka memasuki perguruan tingggi agar mereka mempunyai bekal dalam memanfaatkan sarana perpustakaan secara efektif dan efesien. Pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan perpustakaan secara efektif dan efesien ini akan dijadikan pegangan dasar ke perpustakaan manapun mereka pergi, mereka dapat dengan mudah mencari informasi yang dibutuhkan.
B. Perubahan Prilaku Pengguna Perpustakaan
Hakikat prilaku pada dasarnya adalah segala sesuatu yang dikatakan atau dikerjakan seseorang.[1] Pendapat lain mengatakan bahwa prilaku adalah penampilan yang ditetapkan dalam suatu kejadian yang secara kebetulan dapat berfungsi untuk penguatan (reinforcement). Prilaku ini dapat dipelihara/ dipertahankan dalam periode yang cukup lama.[2]
Reinforcement artinya sesuatu yang diperkuat atau dipergunakan atau yang selalu diingat kembali. Dali Gulo seperti yang dikutip Sukardi mengatakan bahwa reinforcement ialah tindakan memperkuat dengan menambah sesuatu; setiap keadaan yang memperbesar kemungkinan suatu respons tertentu akan muncul kembali dalam situasi yang sama; dalam operant conditioning, merupakan prosedur eksperimental untuk segera menyertai sebuah respons dengan sebuah reinforcement dengan tujuan untuk memperkuat respons tersebut.[3]
Dalam kaitan ini maka perubahan prilaku dapat dilakukan melalui reinforcement kepada si subyek belajar yang dalam kesempatan kali ini adalah para pemakai perpustakaan di kalangan siswa madrasah aliyah yang mencari buku sumber ajar atau informasi sesuai dengan kebutuhan pembelajarannya.
Dengan menggunakan konsep dasar psikologis, khususnya dalam konteks pandangan behaviorisme, kita dapat menyatakan bahwa praktik pendidikan itu pada hakikatnya merupakan usaha conditioning ( penciptaan seperangkat stimulus) yang diharapkan pula menghasilkan pola-pola prilaku (seperangkat response) tertentu.[4] Sehingga keberadaan pendidikan pemakai bagi para siswa madrasah aliyah (pengguna perpustakaan) diharapkan dapat menghasilkan pola-pola prilaku prestasi belajar (achievment) dalam term-term pengetahuan (penalaran), sikap ( penghayatan) dan keterampilan (pengamalan) dalam menggunakan sarana perpustakaan secara efektif.
Indikator-indikator atau manifestasi dari perubahan dan perkembangan prilaku tersebut bisa berupa:
a. Pengetahuan, misalnya: dari yang tadinya tidak tahu penggunaan susunan klasifikasi untuk pengelolaan buku-buku atau koleksi lainnya menjadi tahu makna dan manfaatnya, sehingga dapat menggunakan katalog untuk penemuan kembali buku-buku yang dibutuhkan.
b. Sikap, misalnya: dari yang tadinya bersikap perpustakaan hanya sebagai tempat penyimpanan buku menjadi perpustakaan sebagai tempat untuk mencari informasi (sumber belajar), sehingga selalu datang ke perpustakaan untuk memenuhi segala kebutuhan informasinya baik itu yang berhubungan langsung dengan perkuliahannya maupun untuk keperluan informasi lainnya.
c. Keterampilan, misalnya: dari yang tadinya sering menyobek buku atau koleksi lainnya menjadi perhatian untuk memelihara keberadaannya dengan cara menjaga kerapihan dan menempatkan kembali sesuai dengan susunan klasifikasi atau “call number” buku di rak atau sarana perpustakaan lainnya.
Ragam prilaku yang ingin diperoleh sebagai hasil belajar tersebut meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hal ini sejalan dengan Bloom yang mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni: kognitif, afektif dan psikomotor.[5]
Apakah arah ( positif, negatif, atau meragukan ) dari perubahan dan perkembangan itu serta kualifikasinya ( tinggi, sedang, rendah atau gagal/berhasil, memadai, tidak memadai, lulus atau tidak lulus, memuaskan atau tidak memuaskan, dapat diterima atau tidak, berdasarkan perangkat kriteria yang telah ditetapkan) jelas akan bergantung pada faktor (conditioning, pendidikan) di samping faktor (siswanya, pelajar).[6] Kontribusi pengaruh pendidikan pemakai pada penelitian kali ini secara teoritis akan mencoba melihat dari segi atau aspek apa yang diharapkan oleh pendidikan pemakai perpustakaan tersebut untuk setiap jenjangnya.
C. Kompetensi Informasi Pemakai Perpustakaan
Tidak dapat dipungkiri, bagaimanapun perpustakaan merupakan jantungnya sebuah lembga pendidikan. Perumpamaan perpustakaan sebagai sebuah jantung bagi suatu institusi pendidikan adalah mengidentifikasikan bahwa keberadaan perpustakaan begitu sangat penting dan berperan sekali untuk menunjang proses pendidikan, belajar mengajar dan penelitian. Oleh karenanya, para pemakai perpustakaan dituntut agar menguasai berbagai kompetensi informasi ( pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat menggunakan atau memanfaatkan berbagai fasilitas perpustakaan dengan efektif), terlebih dengan adanya ledakan informasi dan tuntutan kurikulum pada era globalisasi ini. Dalam hal ini Davies mengatakan, “learning how to use library is a basic component of ... (any) instructional programs”.[7]
Lebih jauh lagi Rice berpendapat dalam buku Teaching Library Use, bahwa:
“Education has always included a commitment to strong library collection and some instruction in its use. Morever, in recent years more and more educators and librarians at all levels have decided that every citizen should have basic skill in library research. The need for quick and current information is becoming perpasive in every human endevor. Students who don’t acquire essential library use competencies are now more likely to consider it major shortcomng in thier education.”[8]
Kesimpulannya adalah terampil menggunakan perpustakaan merupakan suatu hal yang perlu dipelajari, seperti yang dinyatakan oleh Tan Ngee Tiang bahwa “the ability to acquire these information skills, however are not innate. It must be conciously acquired”.[9]
Untuk mengetahui materi dan tujuan apa saja yang ingin dicapai dalam proses pendidikan pemakai ini, kita bisa melihat tingkatan atau jenjang pendidikan pemakai sebagaimana yang diklarifikasikan oleh Rice (1981).
1. Orientasi Perpustakaan.
Materi yang diajarkan berupa pengenalan terhadap perpustakaan secara umum, biasanya diberikan ketika siswa/mahasiswa baru memasuki suatu lembaga pendidikan bersangkutan, materinya antara lain:
- Pengenalan Gedung Perpustakaan.
- Pengenalan Katalog dan Alat Penelusuran lainnya.
- Pengenalan beberapa sumber bacaan termasuk bahan-bahan rujukan dasar.
Tujuan yang ingin dicapai:
Ø Mengenal fasilitas-fasilitas fisik gedung perpustakaan itu sendiri.
Ø Mengenal bagian-bagian layanan dan staf dari tiap bagian secara tepat.
Ø Mengenal layanan-layanan khusus seperti penelusuran melalui komputer, layanan peminjaman, dll.
Ø Mengenal kebijakan-kebijakan perpustakaan seperti prosedur menjadi anggota, jam-jam layanan perpustakaan, dll.
Ø Mengenal pengorganisasian koleksi dengan tujuan untuk mengurangi kebingungan pemakai dalam mencari bahan-bahan yang dibutuhkan.
Ø Termotivasi untuk datang kembali dan menggunakan sumber-sumber yang ada di perpustakaan.
Ø Terjalinnya komunikasi yang akrab antara pemakai dengan pustakawan.
2. Pengajaran Perpustakaan.
Materi yang diajarkan merupakan penjelasan lebih dalam lagi mengenai bahan-bahan perpustakaan secara spesifik, materinya antara lain:
- Teknik penggunaan indeks, katalog, bahan-bahan rujukan, dan alat-alat bibliografi.
- Penggunaan bahan atau sumber pustaka sesuai dengan masing-masing jurusan.
- Melaksanakan teknik-teknik penelusuran informasi dalam sebuah tugas penelitian atau pembuatan karya ilmiah lainnya.
Tujuan yang ingin dicapai:
Ø Dapat menggunakan pedoman pembaca untuk mencari bahan-bahan artikel.
Ø Dapat menemukan buku-buku yang berhubungan dengan subyek khusus melalui katalog.
Ø Dapat menggunakan bentuk mikro dan alat-alat baca lainnya secara tepat.
Ø Dapat menggunakan alat rujukan khusus seperti Ensiklopedi Britanica dan Who’s Who.
Ø Menemukan koleksi visual dan dapat menggunakannya.
Ø Mengetahui sumber-sumber yang tersedia di perpustakaan lain dan dapat melakukan permintaan peminjaman.
Ø Melakukan suatu penelusuran dalam layanan pengindeksan seperti pada Pusat Informasi Sumber Pendidikan dan dapat menemukan dan menggunakan hasil-hasil sitasi.
3. Pengajaran Bibliografi.
Materi yang diajarkan lebih condong sebagai langkah persiapan mengadakan atau sebagai dasar penelitian dalam rangka menyusun karya akhir. Pada level ketiga ini bisa ditawarkan melalui kuliah formal sebagai bagian dari perkuliahan, baik ada nilai kreditnya atau tidak.
Materi yang ingin dicapai antar lain:
- Informasi dan pengorganisasiannya.
- Tajuk subyek, “Vocabulary Control” dalam penelitian, dan definisi suatu topik penelitian.
- Macam-macam sumber untuk penelitian.
- Membuat kerangka teknik dan perencanaan suatu karya penelitian.
- Teknik-teknik membuat catatan dalam penelitian.
- Gaya, catatan kaki, rujukan dan sumber bahan bacaan.
- Strategi penelitian, kesempurnaan dalam penelitian, dan pemakaian yang tepat layanan koleksi yang diberikan perpustakaan.
- Membuat/menulis karya ilmiah.
D. Metode dan Teknik Pendidikan Pemakai Perpustakaan
Ada berbagai macam metode dan media untuk melaksanakan program-program pendidikan pemakai. Memilih metode dan media mana yang paling cocok tergantung kepada situasi belajar-mengajar itu sendiri, jadi tidak ada sebuah metode yang paling cocok untuk menunjang semua kegiatan pendidikan pemakai ini.
Kosterman menyarankan bahwa suatu metode pengajaran harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. dapat mengkomunikasikan tujuan-tujuan yang telah dibuat.
2. dapat membuat siswa tertarik untuk memperhatikan dan memotivasi mereka untuk perhatian penuh terhadap apa yang sedang diajarkan.
3. dapat mendorong siswa untuk ambil bagian dengan menolongnya mempersiapkan pelajaran – pelajaran.
4. dapat ditindaklanjuti.
5. dapat memberikan umpan balik untuk menguji efektivitas metode tersebut melalui indikator-indikator yang jelas.[10]
Sementara itu Hills seperti yang dikutip Fjallbrant menyebutkan ada empat faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode dan media pengajaran untuk pendidikan pemakai perpustakaan ini, antara lain:
1. Motivation
Pengajaran harus memberikan suatu motivasi yang tinggi, misalnya ketika siswa ingin menemukan informasi yang berhubungan dengan pekerjaan atau pelajaran tertentu.
2. Activity
Kerja aktif dalam pembelajaran pemecahan masalah akan kelihatan lebih efektif daripada hanya sekedar menyebutkan atau menjelaskan suatu rangkaian pekerjaan.
3. Understanding
Pendidikan pemakai akan lebih efektif jika siswa memahami apa dan kenapa mereka mengerjakan hal demikian, jika hal ini merupakan permasalah yang baru dapat dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya.
4. Feedback
Umpan balik atau informasi perkembangan yang dibuat harus tersedia bagi para siswa.[11]
Ada beberapa teknik atau metode yang dapat digunakan dalam pendidikan pemakai , untuk keperluan penelitian kali ini pembahasan dibatasi hanya pada topik orientasi perpustakaan. Teknik-teknik tersebut antara lain: Ceramah atau Kuliah umum di Kelas, Wisata Perpustakaan, Penggunaan Audio Visual, Permainan dan Tugas Mandiri, Penggunaan Buku Pedoman atau Pamflet.
1. Ceramah atau Kuliah umum di Kelas
Penejelasan mengenai pengenalan dan pelayanan perpustakaan dapat diberikan di kelas dengan cara memberikan ceramah atau kuliah secara umum atau melalui demonstrasi. Idealnya jumlah peserta perkelas kurang lebih antara 15-30 orang. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam metode ini para peserta diberikan beberapa tugas terstruktur dan latihan yang memungkinkan mereka mampu menggunakan perpustakaan secara mandiri. Pelaksanaan metode ini selayaknya dapat dilakukan dengan metode wisata perpustakaan, agar peserta lebih memahami dan akrab dengan dunia perpustakaan yang sebenarnya.
2. Wisata Perpustakaan
Beberapa teknik yang bisa dilakukan dalam memandu wisata perpustakaan, antara lain:
- Menciptakan suasana yang bersahabat dan informal serta terbuka untuk beberapa pertanyaan.
- Usahakan berbicara tidak terlalu cepat dan sensitif terhadap kebingungan yang dialami pemakai.
- Gunakan sarana pembantu untuk memperjelas sesuatu yang didiskusikan, misal: penggunaan katalog.
- Buatlah para peserta berperan aktif untuk mencoba menggunakan fasilitas yang ada.
- Waktu yang digunakan tidak terlalu lama, maksimal 45 menit.
- Sediakan buku panduan yang dapat membantu mereka selama mengikuti wisata perpustakaan tersebut.
3. Penggunaan Audio Visual
Teknik ini biasanya dilakukan untuk wisata mandiri perindividual (perorangan), di antaranya adalah penggunaan kaset, televisi, slide, dll.
Pemakai perpustakaan dapat menjelajahi perpustakaan dengan mendengarkan instruksi yang direkam dalam kaset. Mereka dapat mematikan dan mengulang kaset tersebut sesuai dengan kemampuannya dalam memahami instruksi yang terdapat dalam kaset.
Orientasi perpustakaan dapat juga dilakukan melalui penggunaan televisi, para peserta dapat menyaksikan dan memperoleh penjelasan mengenai berbagai hal, seperti: fasillitas perpustakaan, pelayanan perpustakaan, dan fungsinya masing-masing.
Slide dapat digunakan dalam menerangkan lokasi, fasilitas dan pelayanan perpustakaan dengan memberikan keterangan-keterangan yang diberikan oleh pemandu atau rekaman suara.
4. Permainan dan Tugas Mandiri
Metode ini merupakan salah satu cara yang cukup efektif dalam mengajarkan bagaimana cara menemukan informasi yang dibutuhkan. Biasanya lebih sesuai diterapkan untuk pemakai perpustakaan usia anak Sekolah Dasar dan Menengah. Permainan sangat berguna dalam meningkatkan kemampuan anak sehingga mereka lebih dapat menikmati penggunaan perpustakaan. Biasanya metode ini dilakukan di tingkat lebih tinggi untuk menghilangkan kejenuhan yang mungkin ada ketika proses pembelajaran dengan metode lain berlangsung.
5. Penggunaan Buku Pedoman atau Pamflet
Teknik ini biasanya menuntut pemakai untuk mempelajari sendiri mengenal perpustakaan melalui berbagai keterangan yang ada pada buku panduan atau pamflet, dan biasanya diterapkan ketika peserta melaksanakan wisata perpustakaan.
Beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan ketika membuat buku pedoman atau pamflet untuk keperluan pendidikan pemakai ini, antara lain:
- Buatlah bahan tersebut sesingkat mungkin.
- Harus membuat pemakai jelas dalam melakukan hal yang berkenaan dengan penggunaan perpustakaan.
- Membuat pemakai kraetif.
Membuat langkah yang sederhana, dengan demikian pemakai dapat selangkah demi selangkah mencoba untuk memparaktekkannya di perpustakaan.
Daftar Pustaka
Bloom, Benjamin S., (1981). Taxonomy of Educational Objective, Handbook I Cognitive Domain. New York: Longman.
Davies. R.H. and Stimberling, (1973). Lifelong Education and the School. Hamburg: UNESCO Institute for education.
Fjallbrant, Nancy, (1978). User education libraries. London: Clive Bingley.
Kosterman, Wayne. (1978). “A Guide to library environment graphics.” Library Technology Reports. 14 (May-June 1978): 269-95
Makmun, Abin Syamsudin, (2001). Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.
Martin, Garry and Joseph Pear, (1992). Behavior Modification. New Jersey: Prentice Hall.
Rice, James, (1981).Teaching Library Use: A Guide for library Instruction. London: Greenwood Press.
Sukardi, Dewa Ketut, (1983). Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional.
Tan Ngee Tiang, (1996). Promotion Information Skill in Primary School. Article in Proceeding Paper in CONSAL. Kuala Lumpur: CONSAL Authority Board and Authors.
* Pustakawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
[1] Martin, Garry and Joseph Pear, (1992). Behavior Modification. New Jersey: Prentice Hall. Hal. 3
[2] Pervin, Lawrence A. and Oliver F. John, (1997). Personality Theory and Research. USA: John Wiley & Son inc. Hal. 322-323.
[3] Sukardi, Dewa Ketut, (1983). Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional. Hal. 23.
[4] Makmun, Abin Syamsudin, (2001). Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya. Hal. 27.
[5] Bloom, Benjamin S., (1981). Taxonomu of Educational Objective, Handbook I Cognitive Domain. New York: Longman. Hal. 7
[6] Makmun, Abin Syasudin, (Op.Cit). Hal. 28
[7] Davies. R.H. and Stimberling, (1973). Lifelong Education and the School. Hamburg: UNESCO Institute for education. Hal. 39
[8] Rice, James, (1981).Teaching Library Use: A Guide for library Instruction. London: Greenwood Press. Hal. 3
[9] Tan Ngee Tiang, (1996). Promotion Information Skill in Primary School. Article in Proceeding Paper in CONSAL. Kuala Lumpur: CONSAL Authority Board and Authors.
[10] Diterjemahkan dari Kosterman, Wayne. (1978). “A Guide to library environment graphics.” Library Technology Reports. 14 (May-June 1978): 269-95.
[11] Terjemahan bebas dari Fjallbrant, Nancy, (1978). User education libraries. London: Clive Bingley. Hal. 33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar